Dari kisah perjalanan 2 orang Indonesia ke Arab Saudi membawa Dinar Emas seperti yang diceritakan di http://www.wakalanusantara.com/ sungguh menarik.
Saya sitat satu paragraf:
... Semula mereka berharap bisa sekalian membelanjakan beberapa keping Dinar emas dan Dirham perak yang mereka bawa dari Indonesia di pasar Madinah atau Mekah. "Ternyata Dinar dan Dirham sama sekali telah tidak dikenali dan dimengerti oleh penduduk Mekah maupun Madinah," begitu kisah Mas Yongki, sepulang dari tanah suci. "Mereka cuma mau dibayar pakai reyal, sambil terheran-heran melihat uang terbuat dari emas dan perak" lanjut Mas Yongki, yang baru-baru ini membuka Wakala Dinar Pangeran Jayakarta, di Pondok Labu, Jakarta...
Komentar saya:
Saya telah membaca tulisan mengenai Muhibah Dinar Dirham itu. Makin menguatkan pandangan saya bahwa Arab Saudi tidak layak lagi menjadi contoh kita, begitu banyak petrodolar yang diparkir di bank-bank AS, haji yang 2 juta orang itu tidak menghasilkan order kambing atau buah-buahan misalnya untuk Indonesia , beasiswa belajar anak bangsa hampir semuanya dari AS, Eropa, Jepang dengan uang petrodolar melimpah semestinya bantuan beasiswa mesti banyak, pendeknya saya kecewa berat sama Arab Saudi dan antek-anteknya.
Saya berpikir kita jangan Arab-centris, sebaiknya jadilah Indonesia-centris, Indonesia adalah negara dengan umat Islam terbesar di dunia, kaya bahan alam, posisi dalam lintas benua, demokrasi terbesar, majemuk berbagai etnis dan agama, konstitusi modern, penghormatan HAM, sekarang sudah ada yang memulai meletakkan dasar paling fundamental Ekonomi Berkeadilan (diantaranya http://www.wakalanusantara.com/ ) yang merupakan sumbangan Islam pada dunia (rahmatan lil alamin).
Maju terus Pak, saya akan selalu menjadi bobotoh ekonomi berkeadilan di Abad 21 ini.
1 comment:
Assalammualaikum Pak.
Bukan kah lebih baik Islam-Centris. Aqidah sebagai permersatu. Sebagaimana di ajarkan oleh Rosululloh.
Wassalammualaikum.
Post a Comment