Ayo Gabung!

AYO GABUNG: Dokter_Mandiri_Sejahtera

Powered by us.groups.yahoo.com

Monday, April 27, 2009

Pajak Penghasilan Dokter (PPh 21)

Salah satu unsur penting dalam fondasi finansial agar dokter mandiri dan tidak marjinal adalah mencermati aturan perpajakan.

Salah satu hal yang mencuat ke permukaan dalam beberapa bulan belakangan adalah pemotongan pajak penghasilan dokter di rumah sakit swasta. Angka yang saya sajikan mungkin tidak akurat namun saya mengajak meninjau inti masalahnya.

1. Tahun-tahun sebelumnya pajak penghasilan dokter dikenakan setelah dipotong oleh yang namanya norma (besarnya kalau tidak salah 45%). Jadi kalau penghasilan Rp 1 milyar setahun maka yang kena pajak adalah 55% x Rp 1 milyar = Rp 550 juta.

2. Sekarang dibedakan, kalau yang praktik pribadi di rumah tetap seperti yang tahun-tahun lalu (karena masuk definisi pekerjaan bebas) sementara dokter yang kerja di RS swasta maka yang kena pajaknya adalah sekarang mulai dari 100% = Rp 1 milyar. Ada perbedaan menyolok dan diskriminatif. Mengapa demikian, karena menurut Ditjen Pajak dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut bukan pekerjaan bebas lagi tapi merupakan pegawai RS yang terikat 'kontrak kerja'.

3. Minggu lalu PB IDI telah berkirim surat ke Ditjen Pajak (copy bisa dilihat di IDI Wilayah) bahwa tidak boleh ada diskriminasi ini dan 'kontrak kerja' yang telah ada akan dikonversi sebagai 'kontrak sewa'. Dengan demikian dokter akan didefinisikan sebagai pekerjaan bebas dan norma tetap berlaku. Jawaban Ditjen Pajak belum diterima hingga saat ini (26/4).

Di Abad 21 ini mari bekerja keras di segala bidang: ilmu pengetahuan, teknologi; sistem rujukan yang bagus primer/dokter keluarga - sekunder/spesialis - tertier/subspesialis; pembiayaan/asuransi/askeskin; koperasi, berkeadilan untuk kemakmuran dan kesehatan rakyat Indonesia.

Jadikan Indonesia bermartabat di pergaulan bangsa-bangsa, ciri keberhasilannya dapat dilihat bila kita mampu: menyelenggarakan olimpiade atau mengirim pesawat ruang angkasa/gatotnaut ke bulan atau membuat senjata nuklir.

1 comment:

Cosmos said...

Memang seharusnya, dokter yang di rumah sakit, penghalannya tidak perlu dinorma, karena penghasilan yang diterima adalah bersih, tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit, sedangkan dokter yang praktek pribadi ada biaya yang dikeluarkan, paling tidak listrik, sewa tempat praktek, biaya untuk perawat dan lain2. Sehingga untuik dokter praktek pribadi penghasilannya dikalikan dengan norma penghitungan dokte yaitu persentase sesuai dengan norma yang telah ditetapkan oleh DJP