Ayo Gabung!

AYO GABUNG: Dokter_Mandiri_Sejahtera

Powered by us.groups.yahoo.com

Saturday, May 30, 2009

Email Dinar Emas & Dirham Perak kepada Pak Zaim Saidi & Pak Abdarrahman Rachadi

TANGGAL 11 MEI 2009
Assw.w.

Saya senang sekali mendapat informasi yang mencerahkan dari Pak Zaim Saidi dalam wawancara di Q-TV beberapa waktu lalu. Sudah lama jadi pemikiran saya untuk mengangkat harkat ekonomi rakyat miskin. Yang mudah dilakukan adalah menahan agar daya ekonomi rakyat tidak tersedot keluar yaitu melalui penghentian merokok. 21% pengeluaran rakyat miskin untuk rokok, artinya kalau tidak merokok anak-anak akan mendapat gizi dan pendidwikan yang lebih baik. Alhamdulillah, MUI sudah mengharamkannya untuk beberapa kondisi.

Yang menjadi pikiran lain adalah tergerusnya nilai uang karena inflasi, saya pernah baca buku mengenai hal ini lupa judulnya tapi pengarangnya menamakan diri Mazhab Ekonomi Austria, bagus sekali. Wawancara Pak Zaim di Q-TV membuka pikiran saya bahwa di Indonesia sudah ada yang mempraktikannya, karena itu saya googling untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan hari ini (11/5) mengunjungi Wakala Sauqi di Bandung. Menarik sekali.

Bila saya ingin menjadi wakala agar dinar dirham ini lebih cepat beredar luas, bagaimana caranya? Mohon penjelasan.

Selanjutnya saya kira electronic payment yang di back-up 100% dual metallic ini sangat prospektif untuk menuju masyarakat yang berkeadilan.

Saya tunggu jawabannya.

Salam hangat,
Kadarsyah

TANGGAL 16 MEI 2009
Asw. Pak Abdarrahman, Pak Zaim,

Senang sekali dapat bertemu tadi sore (16/5) di Jakarta dan mendapat banyak ilmu, mudah-mudahan jadi amal ibadah Bapak-Bapak sekalian. Sebagaimana tadi saya sampaikan dalam diskusi tadi sore (16/5) saya akan banyak ngercokin Bapak-Bapak dengan banyak tanya-tanya.

Insya Allah akan saya pelajari kiriman formulirnya dan mengembalikan secepatnya.

Wassalam,
Kadar

TANGGAL 17 MEI 2009
Ass. Pak Zaim, Pak Abdarrahman,

Sekali lagi saya ucapkan selamat atas pencapaian Bapak2 dalam 10 tahun terakhir ini. Strateginya sangat jelas dan workable menurut saya, hanya menunggu waktu saja. Ada beberapa pertanyaan dan catatan dari saya, yaitu:

1. Repository
Bagus sekali kalau pegadaian dan ini sangat strategik kalau dapat segera terwujud karena akan menjadi pertanyaan semua orang mengenai faktor keamanan ini. Kalau boleh saya ingin ikut Bapak2 bila bertemu dengan pihak pegadaian, mohoin dikabari waktu dan tempatnya.

2. Struktur harga.
Bagaimana struktur harga persisnya, secara umum dari diskusi ada biaya sekitar 4-5%. Bagaimana persisnya?
Harga emas: 100%
Minting: ....%
Wakala Induk: ....%
Wakala: ...%
Saya akan coba cari informasi, kalau minting dikerjakan di luar negeri bagaimana? Apa harga bisa lebih murah? dengan volume saat ini sekitar 4000 dinar/bulan = 16 kg/bulan.

3. Duplikasi
Prinsip sistem keuangan ini adil dan bisa menyelesaikan masalah kita. Artinya ini dari Islam untuk dunia, siapapun yang melihat hal ini sebagai suatu keadilan akan menduplikasikannya. Di Indonesia selain WIN dan Gerai Dinar, siapa lagi yang mengembangkan hal yang sama. Standar koin mengacu kepada WITO, apakah Gerai Dinar mengeluarkan koin sendiri ataukan koin WIN?
Saya rasa perlu juga dikembangkan kelompok untuk yang non-muslim yang juga mendapat ketidakadilan yang sama dengan kita yang muslim. Perbedaannya yaitu yang muslim ada unsur ibadah dan yang non-muslim murni keuangan bimetallic. Tapi secara keseluruhan akan sinergi, misalnya koin kita keluarkan dengan gambar kepulauan Indonesia.
Apakah WIN mendorong kelompok Islam lain mengembangkan sistem keuangan yang berkeadilan ini, misalnya kelompok NU, Muhammadiyah yang basis massanya banyak.

4. Pengantaran elektronik.
Selain m-Badar apakah ada programmer yang juga mengembangkan hal yang sama, misalnya m-banking-nya BCA, apakah ada kerjasama. Apakah ada standar industri tertentu untuk pengantaran elektronik ini, yang mirip PCI standard-nya online payment? Saya akan coba menelurusuri hal ini.

5. Pendekatan Walisongo
Saya setuju sekali dengan ide Pak Zaim yaitu kita mendekatinya dengan gaya/metode Walisongo dengan mencoba mengindonesiakan istilah terlebih dahulu yang paling simpel. Selanjutnya lambang/simbol juga mengindonesia. Jawara contoh yang sangat bagus.

6. Exercise pribadi:
* Akan mempelajari lebih banyak lagi via internet maupun buku2.
* Akan mengirimkan formulir Perwakilan WIN agar punya pengalaman riil.
* Coba memikirkan dan melaksanakan, paling tidak di lingkungan saya sendiri (komunitas dokter Indonesia), 5 poin pokok itu:
*** Bimetallic, lengkap dengan repository, penghantaran elektronik.
*** Pasar (fisik dan elektronik), Jawara.
*** Caravan.
*** Gilda (mungkin koperasi produsen dengan modifikasi, hal ini memungkinkan karena koperasi fleksibel bagaimana anggota saja).
*** Kontrak kerja: Kongsi (manusia, uang, manusia/uang), titip modal.

Mohon jawabannya, saya banyak nanya Pak. Sukses selalu, Allah SWT semoga melindungi dan memberi jalan.

Wassalam,
Kadar

Ass.

Saya mulai baca web-nya Shaykh Abdalqadir, bagus, tajam namun menurut selera pribadi saya kurang cocok pilihan bahasanya. Keras. Untuk khalayak Indonesia, feeling saya perlu modifikasi.

Wassalam,
Kadar

Ass. Pak Zaim,

Yang sekarang ada di masyarakat kita yang mungkin mendekati pasar terbuka, barangkali:

* Pasar tumpah
* Pasar kaget
* Pasar depan mesjid hari jum'at
* Bazaar/Festival

Tinggal sedikit pengaturan: jangan mengganggu ketertiban umum, sampah jangan menggunung, kebersihan dijaga, jangan ada yang ngecak tempat.

Kalau yang mall atau pasar tradisional atau toko-toko yang ada sekarang tinggal dimasukkan ke dalam Jawara.

Di kedua tempat tersebut harus ada wakala sebagai distributor alat tukarnya.

Ini dulu Pak, mohon komentar.
Salam,
Kadar

Ass. Pak Zaim,

Gilda/Kongsi/Koperasi Produksi

Yang telah diterangkan prinsip kongsi adalah:

* uang dengan uang
* manusia dengan manusia
* manusia+uang dengan manusia+ uang.

Kasus yang saya hadapi:

Sekelompok dokter ada sekitar 20 orang mempunyai kompetensi, kemampuan dalam pelayanan jasa medis (layanan primer). Saya dorong untuk membentuk koperasi, karena ini akan mengikat kebersamaan, secara hukum paling mudah dibanding PT.

Akan membentuk klinik dokter keluarga sekitar 10 KDK di sekitar Cikarang. Rata-rata Rp 400 juta/unit dengan operational cost untuk 6 bulan pertama. Sekara ada PT besar dan punya modal yang dapat financing semuanya hanya saja posisi dokter sebagai buruh, yang saya merasa hal ini tidak adil. Sehingga pola ini saya stop dan saya ingin kemitraan yang equal.

Dengan hasil diskusi kita kemarin, ide saya jadinya begini (mohon komentarnya):

1. Koperasi dokter mengikat 20 orang dokter + nanti ada pemupukan kapital melalui berbagai mekanisme (simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, donasi, hibah) -- ini manusia + uang.

2. Si PT tadi, berarti diwakili pegawainya menjadi bagian dari kongsi ini dengan keahlian marketing dan manajemen plus bawa uang -- ini manusia + uang.

Jadilah sekarang kongsi/gilda antar manusia+uang dengan manusia+uang. Teknisnya mungkin diwujudkan dalam badan hukum PT yang tidak ada saham tidur yang merupakan joint venture antara PT + Koperasi. kemudian semuanya diwujudkan dalam AD/ART + RUPS.

Ini barangkali yang memungkinkan dalam kondisi saat ini, jiwanya sudah ketangkep tapi adakah trap dalam model kongsi semacam ini?

Salam,
Kadar

TANGGAL 18 MEI 2009
Ass.

Saya mulai menulis di weblog saya: www.kadarsyah.co.nr hal-hal yang menuju kemakmuran yang berkeadilan. Seiring dengan adanya pemahaman tambahan akan selalu saya laporkan dalam weblog tersebut.

Salam,
Kadar

Ass. Pak Zaim,

Tanya lagi Pak. Zaim.

1. Kalau hubungan kerja sekarang bagaimana? PT memiliki pabrik dan buruhnya, apakah buruh dikenal dalam sistem kita ini.

2. Masalah distribusi:
* Misalkan Unilever punya pabrik di Surabaya, menghasilkan Rinso 1.000.000 kantong/hari.
* Dia distribusikan lewat katakanlah Tigaraksa ke seluruh Indonesia. Tigaraksa dapat 7% untuk biaya distribusi dari harga jual.
* Kemudian sampai di Bandung, masuk ke distributor kecil, dia ambil lagi 5%.
* Mungkin beberapa rantai distribusi lagi.Samapilah ke tokon pengecer.
* Konsumen membeli Rinso, menanggung biaya distibusi yang cukup besar. Dengan system caravan apakah maknanya mengurangi biaya distribusi? atau bagaimana.

Salam,
KD

TANGGAL 19 MEI 2009
Ass. Pak Abdarrahman, Pak Zaim,

Landasan perbankan syariah saat ini masih sama dengan bank konvensional, berdiri di atas sistem yang tidak adil (bunga). Ketidakpasan yang saya rasakan:

* Ketika deal dengan bank syariah yang saya alami sendiri aromanya sama saja dengan bank konvensional namun berbau kultur arab.
* Pemilik bank syariah di Indonesia adalah PT (Muamalat, Mega, sebentar lagi BCA) dan bank luar negeri yang notabene biasa mengelola bank konvensional juga hebat-hebat: HSBC Amanah, Stanchart, Citibank.

Jadi pendapat bahwa bank syariah juga riba saya sepenuhnya dapat mengerti. Yang jadi pertanyaan saya, bagaimana responsnya ketika memahami bimetallic system ini? Mungkin Bapak-bapak pernah diskusi dengan praktisi/teoritikus bank syariah sekarang.

Mohon budi baiknya untuk membalas emails saya, Insya Allah saya ingin belajar dan menimba ilmu dari Bapak-bapak dan sekaligus akan mengamalkannya sedikit-sedikit sekuat kemampuan.

Wassalam,
Kadar

Ass. Pak,

Nampaknya perlu dicermati juga perpajakan kita Pak. Ini ada presentasi dari Muhaimin Iqbal di web portalnya ekonomi syariah mengenai gold coin:
VAT on Dinar as per UU no 18/2000 which not exempt Dinar from VAT (compared with EU directive no 1998/80/EC of 12 October 1998 which exempt gold Coin from VAT).

Ass. Pak,

Tampaknya beli emas dan cetak di luar tidak memungkinkan, jadi memang paling ekonomis di dalam negeri saja.

Saya cek di tarif bea masuk, demikian:

Koin Perak. HS Code: 7118.10.10.00, bea masuk (general) 5%, CEPT (tarif AFTA) 5%, PPn 10%, jadi total 25%.

Koin Emas. HS Code 7118.90.10.00. bea masuk 0%, CEPT 0%, PPn 10%. Total 10%.

Wassalam,
Kadar

Why we should bring back the Gold Standard
Mar 23, 2009

For some reason, there are a lot of people out there who can't stand the gold standard. Maybe their hostility is in reaction to the large (and growing) number of gold bugs who think the worst day in history was August 15, 1971. But since I'm an economist, not a psychoanalyst, all I can really do is patiently explain how silly the anti-gold arguments are, rather than speculate on the motives of their authors. For today's article I will focus on a recent Bloomberg piece with the suggestive title, "Gold Standard Fans Yearn for Great Depression."

Gold is volatile?!

Early in his essay, the Bloomberg commentator Michael Sesit gives a rapid-fire sequence of flaws with the barbarous relic:
"A return to the gold standard, where countries peg their currencies to a given quantity of the metal and thus to one another, is a bad idea. Gold-based monetary systems are overly rigid and restrictive, possess a deflationary bias and can be volatile. They make long-term inflation dependent on the pace of mining output in places such as China, South Africa and Russia."
Let's take these one at a time. To criticise a monetary system based on gold as "rigid" only makes sense if you believe that printing green pieces of paper makes a country richer. After all, the only rigidity enforced by the gold standard is on the central bank's use of the printing press. Requiring the government to maintain a fixed dollar/gold exchange rate is "restrictive" in the same way that the Bill of Rights limits the discretionary power of the feds.
So yes, if Mr. Sesit thinks that the government does a good job centrally planning the economy with injections of new paper money, then I can see why he would consider the gold standard a bad idea. But let me ask you this: would you trust your next-door neighbour to use a legal-tender printing press "responsibly"? Now what about the people in DC? If we're going to be foolish enough to give them a printing press in the first place, don't you think it's a good idea to put some strict rules in place?

What's so bad about falling prices?

Sesit's next point is that the gold standard has a "deflationary bias." So what? That's one of its virtues, that the purchasing power of the dollar doesn't fall or might actually increase over time. Even mainstream macro-economists — whether neo-classical or New Keynesian — have come to realise over the last few decades that long-term predictability in monetary policy has definite advantages, and that in the long run, the best thing the monetary authorities can do is provide a currency with stable purchasing power.
So you tell me: looking at the graph below of the Consumer Price Index, when was the value of the dollar stable and predictable, and when was it really volatile? In which environment could businesses and investors confidently make long-term decisions? Remember that FDR took away private citizens' right to redeem dollars for gold in 1933, and then Nixon finally removed even the ability of central banks to do so in 1971.

As the chart above makes fairly clear, US prices (measured in dollars) exploded after Nixon formally closed the gold window. And what the chart above doesn't reveal — since it only goes back to 1913 — is how stable US prices were throughout its early history, compared to the 20th century. To get a sense, consider the following chart showing the price of gold (measured in US dollars per ounce) over a long stretch of time:

Remember, Mr. Sesit is warning us that under the gold standard, things were very volatile.
Let me deal with a possible objection: the opponent of the gold standard might look at the above chart and say, "Well of course the dollar-price of gold is stable under a gold standard; that's true by definition! The problem is that this enforced stability means that other parts of the economy get jerked around because of the arbitrary handcuffs placed on the central bank."
But the historical record does not support this (typical) claim. I always remind people who tout the stabilising virtues of central banks that the Great Depression started fifteen years after the Federal Reserve opened its doors. Whether you subscribe to the Austrian theory (see this and this) that the Fed pumped up the stock market with artificial credit in the 1920s, or whether you subscribe to the Friedmanite theory that the Fed pushed on the brakes too hard in the late 1920s and then didn't inflate enough in the early 1930s, either way you are blaming the Great Depression on the botched policies of the Federal Reserve.
In contrast, throughout its previous 150 or so years, the American economy had managed to do just fine without the Federal Reserve "fine tuning" the money supply. Yes, there were occasional panics (the term they used before "depression") when the major economic powers adhered to the classical gold standard, but these business cycles paled in comparison to the Great Depression.

What about those foreign gold producers?

As for entrusting our money supply to gold miners in China, Russia, and South Africa, so what? When it comes to money, the great danger is a massive inflation. That's the only way you can really destroy an economy: through flooding it with more and more paper money so that prices start rising at runaway rates.
One of the prime virtues of using gold as money is that the annual output is a small fraction of the total world stockpile. We never need fear that prices — if they were expressed in terms of gold ounces — would rise at Zimbabwean rates. The absolute worst that could happen is that all of the major gold producers decide to stop operations in order to punish the United States. Note that they couldn't simply refrain from selling to American buyers: because gold is even more fungible than oil, the gold exporting countries would need to cut off all of their buyers if they wanted to punish Americans. Now how long could they afford to do that?
Unlike oil or other commodities intended for use in production, when gold is used as a money, a given amount can always "do the job." It's true that a sudden interruption in the growth of the world stock of mined gold would put downward pressure on prices, if those prices are quoted in gold ounces. But soon enough people would adjust, and would factor in the new trend to their expectations. There were plenty of long stretches in world history where genuine economic prosperity went hand in hand with gently falling prices. In any event, could those mischievous gold miners in Russia do anything like this to our money supply?

A Gold Standard won't work because it will be violated

Sesit concludes with an odd argument:
"What's more, a gold standard isn't the panacea its advocates claim. A central bank's ability to adhere to it is only as strong as the population's willingness to endure the pain associated with enforcing the system.
"Countries periodically abandoned the gold standard during times of war — Britain during World War I, for example — and free-spending Latin American countries were repeatedly forced to exit the system in the late 19th century. The Bretton Woods System collapsed in 1971 when the costs associated with fighting the Vietnam War forced President Richard Nixon to suspend the convertibility of dollars into gold.
"If you don't have faith in central bankers or politicians to ride herd over inflation, why would you trust them to keep a country on a gold standard for more than a short period of time?"
I'm not sure how to answer this. It's true, I don't trust central bankers to stick to a gold standard; that's why I think the government should get out of the money industry altogether. Suppose we were starting in an initial state of pure laissez-faire in money and banking, and someone said, "Hey I know! Let's give this Princeton professor — what was your name, sir, was it Ben? — a printing press, but be very stern that he can't overdo it and allow the gold price to rise more than 1% from the day he starts. Does that sound like a good idea?" In response, I would obviously say, "No, that seems rather risky. I think we should stick to the current system, where the market determines how much new money is brought into the economy through gold production."
But that's not where we're starting. If we're going to have a central bank, it makes a lot of sense to put in place rigid restrictions on it. Notice you could use Sesit's argument for any recommendation to restrain inflation. For example, Milton Friedman famously recommended that the central bank announce a fixed rate of growth in the money stock. Well gee whiz, Dr. Friedman, if you don't trust the central bank to responsibly exercise discretionary policy, how can you trust them to stick to a fixed rate of growth?
And the same thing applies to the Bill of Rights, too. If you can't trust the politicians to respect freedom of speech, why would they respect the First Amendment?

Gold Standard: conclusion

In closing, let me admit that a hardcore libertarian really could say that it is a waste of time to defend the gold standard, or even the Bill of Rights for that matter. Maybe they really are diversions, little gimmicks that the politicians can use to fool a gullible public into thinking they are safe.
But that is clearly not what Sesit is arguing in his Bloomberg piece. No, he is arguing that the gold standard is a bad idea because it keeps the central bankers from using all the latest, cutting-edge macro models to fine-tune the economy.
Rather than his proposal, I would far prefer the classical gold standard. It's true that the government can always renege on its pledge to maintain a fixed peg to gold, but at least everybody would know exactly when the government cheated. You would at least avoid absurdities such as the present crisis, in which people are actually praising the Fed for pumping in unprecedented amounts of new money in order to "help."
• This article was written by Robert P. Murphy for the Mises Institute, and was first published on 16 March 2009

TANGGAL 20 MEI 2009
Ass. Pak,

Terima kasih atas update informasinya via web WIN mengenai 5 pilar dan Mesjid Demak.

Saya coba sosialisasikan Dinar Dirham dalam Koperasi Online Dokter Indonesia (KODI) dengan memindahkan sebagian ke Dinar. Kemudian dibagi dengan 4 desimal. Kalau sudah mulai terbiasa kemudian akan menuju ke transaksi. Sementara repository saya pegang (SDB), sebaiknya memang pegadaian agar lebih luas dan terinstitusionalisasi.

Contoh salah satu rekeningnya:


Saya mulai tulis introduksi dalam web-saya mengenai saripati ekonomi berkeadilan ini. Akan terus di-update seiring dengan pemahaman dan pengamalannya. Insya Allah. www.kadarsyah.co.nr

Salam,
Kadar

TANGGAL 21 MEI 2009
Ass.

Senang sekali mendapat kiriman tulisan Pak Zaim di web mengenai 5 Pilar. Bagus sekali. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Pak Zaim yang menyebarkan pencerahan ini.

Dari kondisi riil dunia abad 21 ini dengan segala kompleksitasnya, menurut saya diperlukan langkah bertahap yang bersifat transisional agar sistem ekonomi nir-riba yang adil ini dapat berjalan mayoritas. Inilah sumbangan Islam pada dunia, rahmat bagi seluruh alam.

Saya sisip-sisipkan poin-poin kondisi transisi pikiran saya itu dalam kerangka tulisan Bapak yang saya sitir inti-intinya. Mohon maaf bila tidak berkenan.

Salam,
KD

TANGGAL 22 MEI 2009
Ass. Pak Zaim, Pak Abdarrahaman,

Senang sekali melihat berbagai kegiatannya di web, semoga Allah SWT membalasnya, ada perpustakaan , ada makan siang gratis, dlsb. Selamat.

Saya masih belum begitu jelas masalah peminjaman modal (qirad) itu.

Di bidang saya, yang sederhana ada teman-teman 20 orang mau buat RS biaya sekitar Rp 50 milyar.
* Teman-teman itu bergabung dalam tim kebersamaan (semuanya dokter bedah), ini okay kayaknya, suatu gilda dengan punya tenaga/kompetensi/keahlian tapi tidak punya uang.
* Ke bank sulit karena harus ada kolateral.
* Cara yang sedang ditempuh mencari investor yang kemudian di awal memiliki saham mayoritas, kemudian mengembalikan investasinya dengan tingkat bunga tertentu namun ada hak option. Bisa buyback saham hingga mencapai mayoritas tim kebersamaan tersebut.

Kalau membaca tulisan Pak Zaim, situasinya menjadi demikian:
* Tim kebersamaan sebagai suatu gilda, okay kayaknya (Ini Agen).
* Mencari investor yang meminjamkan dalam bentuk dinar/dirham senilai Rp 50 milyar.
* Agen bekerja dari awal hingga operasional (2 tahunan) dan kemudian tiap tahun mulai menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk pembayaran dinar/dirham investasi tadi. Katakanlah dalam 8 tahun dinar/dirham senilai Rp 50 milyar tadi dikembalikan.
* Kemudian baru tahun ke 11 (2+8) baru menghasilkan keuntungan dan sudah bebas pinjaman modal, misalnya pembagian 50:50, sampai berapa tahun pembagian keuntungan ini, ada batasnya atau selamanya.

Mohon kabarnya.

Salam,
Kadar

TANGGAL 22 MEI 2009
Ass. Pak,

Wah masih banyak pr saya, mesti baca banyak. Insya Allah akan saya terus belajar.
Terima kasih atas infonya.

Salam,
KD

Terima kasih banyak Pak atas infonya. Al Muwatta yang dari web-nya USC cukup lengkap, namun saya masih agak susah mencernanya. Jadi saya mulai A-B-C nya dulu kayaknya Pak.
Salam,KD

TANGGAL 23 MEI 2009
Ass. Pak Zaim, Pak Abdarrahman,

Terima kasih atas kiriman tulisannya mengenai Muhibah Dinar Dirham. Makin menguatkan padangan saya bahwa Arab Saudi tidak layak lagi menjadi contoh kita, begitu banyak petrodolar yang diparkir di bank-bank AS, haji yang 2 juta orang itu tidak menghasilkan order kambing atau buah-buahan misalnya untuk Indonesia , beasiswa belajar anak bangsa hampir semuanya dari AS, Eropa, Jepang dengan uang petrodolar melimpah semestinya bantuan beasiswa mesti banyak, pendeknya saya kecewa berat sama Arab Saudi dan antek-anteknya.

Saya berpikir kita jangan Arab-centris, sebaiknya jadilah Indonesia-centris, Indonesia adalah negara dengan umat lam terbesar di dunia, kaya bahan alam, posisi dalam lintas benua, demokrasi terbesar, majemuk berbagai etnis dan agama, konstitusi modern, penghormatan HAM, sekarang Pak Zaim, Pak Abdarrahman sudah meletakkan dasar paling fundamental Ekonomi Berkeadilan yang merupakan sumbangan Islam pada dunia (rahmatan lil alamin).

Maju terus Pak, saya akan selalu menjadi bobotoh ekonomi berkeadilan di Abad 21 ini.
Salam,
Kadar

TANGGAL 24 MEI 2009
Ass. Pak,

Saya terus da'wah Ekonomi Berkeadilan ini dengan 5 pilar-nya (walaupun saya masih newbie) baik secara offline maupun online via www.kadarsyah.co.nr
Hasilnya lumayan, ada kelompok dokter kebidanan di Jakarta yang mulai tertarik dan mungkin akan mulai coba praktikan IGD.
Wassalam,
Kadar

Ass. Pak,

Alhamdulillah telah saya baca web Gerai Dinar, indah sekali ada 2 yang aktif menegakkan lima pilar itu: WIN dan Gerai Dinar. Untuk mempercepat proses barangkali Indonesia perlu ratusan yang seperti WIN dan wakala/gerai-nya ribuan, Insya Allah Indonesia lebih makmur dan adil.

Apakah sudah Bapak ajak organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah dan NU untuk mendirikan lembaga seperti WIN ini untuk kalangan mereka sendiri. Bisa dicoba Pak kalau belum, kalau sudah apakah ada resistensi dari mereka.

Salam,
KD

TANGGAL 25 MEI 2009
Senang mendengar Dinar, Dirham Eropa. Kalau wilayah terekspos Islam di masa lalu: Spanyol, Portugal, Sisilia, Bosnia, Masedonia, Bulgaria, Albania, Rumania dan di titik pusat Eropa: Jerman (Aus der Mitte Europas/At the Heart of Europe), kita buat lingkaran dan jari-jari rodanya bentuknya akan begini, kira-kira (terlampir).

Mengenai Indonesia sendiri dalam waktu dekat-mendatang Abad 21 ini saya meyakini ada 4 wilayah agregasi yaitu:
1. Selat Malaka (Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Batam, Singapore, Malaysia, Thailand).
2. Pulau-pulau Trisakti (Sumbagsel, Jawa, Nusa Cendana).
3. Borneo (Kalimantan, Sabah, Serawak, Brunei)
4. Pasifik (Intim, Australia, PNG, pulau-pulau seperti Fiji, Samoa, Vanuatu, Solomon, Nauru, dkk)

Jadi pengembangan Dinar, Dirham juga harus masuk di jantung 4 wilayah geo-ekono-politik Nusantara baru itu. WIN juga harus membidik kesana.

Salam sukses.
Salam,
Kadar

TANGGAL 26 MEI 2009
Ass. Pak,

Saya periksa daftar Wakala, masih berkumpul Jawa. Bagaimana cara pengiriman dinar/dirham secara fisik saat ini? Lewat pos, kurir/tiki, dlsb. Mohon info.
Salam,
KD

Terima kasih infonya, apakah pengiriman via RPX dicover asuransi kehilangan.
Salam,
KD

Ass. Pak,

Mohon info kalau pengiriman ke Perancis dengan RPX bagaimana? Biaya, asuransi, duty? Saya tertarik untuk yang Mesjid Demak.
Salam,
KD

TANGGAL 27 MEI 2009
Ass. Pak,

Senang sekali mendapat informasi pertemuan Bapak2 dengan Pak Umar di KL. Sukses selalu.Mohon komentarnya, saya sesuai janji mulai baca-baca yang gampang-gampang dulu lah. Ada buku Asas-Asas Ekonomi Islam, M. Sholahuddin. Analisa saya begini:
1. Persoalan mata uang emas/perak, jelas demikian (uang kertas tanpa back-up bimetallic itu tidak benar).
2. Badan hukum di Indonesia ada: PT, Yayasan, CV, Koperasi, Perkumpulan.PT tidak cocok.
==> Yayasan, CV kayaknya okay.
==> Koperasi ada yang metamorfosa menjadi Koperasi Syariah, mungkin okay.
==> Perkumpulan yang mungkin cukup fleksibel menampung jenis-jenis kontrak bisnis yang cocok dengan Islam itu, karesa bisa diatur berdasarkan kesepakatan AD, ART-nya, yang prinsipnya:
* Perkumpulan 2 orang atau lebih dimana:
** manusia - manusia
** manusia+ uang - manusia + uang.
** pemilik modal + pengelola
==> Buruh/Pegawai okay
** ada kontrak kerja lengkap
** perlindungan buruh
==> Broker okayUntuk pengembangan harta kekayaan berarti sudah cukup baik di Indonesia, hanya mungkin PT saja yang tidak tepat. WIN sendiri apa badan hukumnya?

Untuk distribusi kekayaan cukup banyak, sayangnya umat Islam di Indonesia mayoritas miskin, Cara yang sudah berjalan: zakat, infak, wakaf, sedekah, hibah, waris. Lembaganya pun cukup bagus dan banyak: Bazis, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, dlsb.
Salam,
Kadar

Ass. Pak,
Terima kasih email-nya. Saya baca webnya www.koperasisyariah.com ternyata:
==> Repository okay
==> Asuransi syariah okay.

Yang mengganjal fatwa MUI tentang Murabahah sama saja dengan bank konvensional dengan bahasa arab. Mengapa tidak membicarakan bimetallic system, apakah ada perbedaan pandangan atau bagaimana? Apa kurang pemahamannya atau bagaimana, posisi MUI penting juga menurut saya.

Kalau bisa di Indonesiakan saja istilah-istilahnya kalau tidak ada cari di bahasa daerah. Tidak banyak yang bisa bahasa arab mungkin lebih banyak yang bisa bahasa inggris orang indonesia itu.

Salam,
KD

Ass. Pak,

Saya merasa semua kontrak bisnis modern sejalan dengan Islam ini hal universal kecuali perseroan terbatas. Yang lain-lain etika, good governance sama saja. Yang esensial menurut saya bimetallic system. Tapi yang dasar ini tidak didebatkan secara keras, jadi seperti bicara kulit-kulitnya saja.

Sampai dengan saat ini logika saya mendukung bimetallic ini, ini fondamen. Yang lain adaptasi saja semua instrumen yang ada di zaman ini dan sesuaikan dengan kondisi kultural kita.

Salam,
Kadar

TANGGAL 28 MEI 2009
Ass Pak,

Ini pemikiran saya yang terus bergulir:

1. Praktik bisnis sudah setua peradaban manusia. Islam menyempurnakan. Kemudian setelah Islam yang dominan adalah Barat dan sekarang masuk ke globalisasi artinya di Abad 21 sudah jadi milik bersama, milik umat manusia.

2. Praktiknya universal dan salahsatunya terwujud dalam good corporate governance yang dipraktikan di negara beradab (transparansi, keadilan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian).

3. Jadi kita gunakan saja yang ada dan kita kurangi saja yang tidak cocoknya:
* Sistem uang yang diback-up bimetallic 100%, okay.
* persekutuan modal dalam bentuk PT, tidak.
* Jangan masuk ke yang haram: judi/spekulasi, minuman keras, daging babi, pelacuran.

Yang lain sama saja, semua juga sudah beradab, universal.

Salam,
Kadar

Pak Zaim,
Terima kasih atas kirimannya saya sudah speed reading makalahnya, sangat jelas gambaran teoritiknya.
Apa yang sudah Bapak dan kawan-kawan kerjakan luar biasa yaitu memperkenalkan dinar-dirham (ini fondamen), sedangkan ke-4 lainnya menurut hemat saya perlu masa transisi.
Strateginya:
* Perluasan informasi, promosi, propaganda, dakwah, debat, wacana, konflik idea sampai ada kristalisasinya dan masyarakat luas mulai memahami.
* Menjinakkan kapitalis dan menguncinya sehingga tidak banal kalau mungkin mempersempit ruang gerak dengan mengalihkan ke gerakan koperasi, sehingga katakanlah rationya: kapitalis 1/3, sosialis 1/3, koperasi 1/3.
Dengan internet, siapa tahu kita bisa memperpendek kembalinya sistem kapitalis/sosialis ke sistem yang berkeadilan dan bisa dicapai kurang dari 300 tahun.
Salam,
Kadar

Thanks atas comment-nya.
Mengapa asuransi tidak bisa syariah, ada clue-nya.
Salam,
KD

Terima kasih Pak Zaim, Pak Abdarrahaman atas pencerahan dan informasinya. Saya terus melaksanakan sejak pertemuan kita pertama di Jakarta (16/5) yang lalu. Saya terus belajar dan yang lebih penting: Just Do It!
Skenario saya dalam kerja nyata dan pemikiran teoritis akan seperti terlampir ini.
Kalau Bapak2 ada waktu, tolong saya dikirimi draf kontrak-nya untuk saya pelajari.
Salam,
Kadar

Terima kasih kirimannya. Nurman Kholis dari Depag berarti sedikit lagi ke MUI, mudah2an 30 tahun lagi MUI bisa keluarkan fatwa haram uang kertas yang tidak dibackup 100% bimetal sama seperti haram rokok (walaupun partial) yang perlu 30 tahun agar MUI bergerak.
Salam,
KD

Ass Pak,

Saya sedang membaca Ilusi Demokrasi-nya Pak Zaim, menarik, belum selesai.
Sementara secara praktis saya akan mengambil jalan: Asimilasi Plus (yaitu sistem bimetalik sebagai fondamen-nya, yang lain diadaptasi kecuali yang nyata-nyata tidak adil). Lebih realistis.
Salam,
Kadar

TANGGAL 29 MEI 2009
Terima kasih banyak Pak zaim atas masukkannya.
Saya sendiri berpendapat bahwa demokrasi dapat diterima, ini hasil perkembangan sejarah peradaban manusia yang cukup panjang dimana Islam juga pernah memberikan kontribusinya. Lembaga legislatif dan Amirat/Sultanat juga hanyalah tafsir/pemahaman manusia yang tidak luput dari kesalahan. Legislatif seperti yang dijalankan dalam sistem demokrasi adalah hasil banyak orang dibanding dengan Amirat yang lebih terbatas bahkan mungkin personal, probabilitas kesalahannya lebih besar. Bila lembaga legislatif dapat menghalalkan riba demikian juga lembaga Amirat dapat menghalalkan riba karena sama-sama persepsi manusia juga.

Dengan demikian saya masih menganggap demokrasi adalah yang terbaik dan koreksinya yaitu tadi pada bimetallic system, kekuasaan modal dan lain-lain hal yang dirasa tidak adil yang perlu kita koreksi.

Banyaknya perbedaan dalam Islam adalah juga rahmat, kita bisa lihat bermacam aliran: Sunni, Syiah, Ahmadiyah, NU, Muhammadiyah, Wahabi, Islam Liberal dan banyak lagi. Alhamdulillah.

Salam,
Kadar

No comments: